Home Berita Tokocrypto dukung Kemenkeu revisi aturan pajak kripto

Tokocrypto dukung Kemenkeu revisi aturan pajak kripto

26

Pengawasan oleh OJK membuka jalan bagi regulasi yang lebih holistik. Ini juga memberikan dasar hukum untuk memperlakukan kripto sebagai instrumen keuangan,

Jakarta (ANTARA) – Tokocrypto mendukung langkah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan untuk merevisi aturan pajak kripto yang bakal disesuaikan sebagai instrumen finansial.

Dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, CEO Tokocrypto Calvin Kizana memandang langkah ini bukan tanpa alasan.

Sebagaimana diketahui, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah menyiapkan langkah untuk memperluas skema perpajakan atas aset kripto.

Jika selama ini pengenaan pajak terhadap aset digital hanya berlaku saat kripto diperlakukan sebagai komoditas, kini pemerintah mulai mengarah pada kripto sebagai instrumen finansial yang lebih kompleks.

Penggunaan kripto dinilai telah berkembang pesat, tidak hanya sebagai aset yang diperjualbelikan, tetapi juga sebagai alat investasi hingga derivatif.

Baca juga: Laporan Bybit tentang DeFi: RWA dan DEX Berkembang Meski Aktivitas Pasar Melambat

Sebagaimana diketahui, sepanjang kuartal I tahun 2025 (Januari–Maret), penerimaan negara dari pajak transaksi kripto tercatat mencapai Rp1,21 triliun.

Kemenkeu melihat pentingnya perlakuan pajak yang lebih adaptif terhadap dinamika tersebut, seiring dengan upaya meningkatkan kepastian hukum dalam ekosistem keuangan digital nasional.

Menurut Calvin, perubahan pendekatan ini juga selaras dengan pengalihan otoritas pengawasan dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Perpindahan ini menjadi penanda bahwa pemerintah memandang kripto bukan lagi sekadar barang dagangan digital, tetapi bagian dari sistem keuangan yang harus diawasi secara lebih ketat dan komprehensif.

Baca juga: Bybit dan Cactus Custody Jalin Kemitraan Strategis dengan Mengintegrasikan Cactus Oasis

“Pengawasan oleh OJK membuka jalan bagi regulasi yang lebih holistik. Ini juga memberikan dasar hukum untuk memperlakukan kripto sebagai instrumen keuangan,” ujarnya.

Sebelumnya, pemerintah telah memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 dari setiap transaksi kripto, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 63/PMK.03/2022.

Ketentuan itu berlaku selama kripto masih dikategorikan sebagai komoditas digital.

Namun ke depan, pengelompokan kripto sebagai instrumen finansial akan membuka ruang untuk pengenaan jenis pajak baru, khususnya yang berlaku dalam sektor jasa keuangan.

Hal ini bisa mencakup perlakuan perpajakan atas aktivitas investasi kripto terstruktur, pengelolaan portofolio berbasis aset digital, dan mungkin layanan keuangan lainnya seperti derivatif kripto.

Baca juga: Tokocrypto respons positif soal aturan OJK bebaskan pungutan kripto

“Kami mendukung penuh langkah Kemenkeu untuk menyesuaikan regulasi pajak dengan realitas penggunaan kripto saat ini,” ujar Calvin.

Menurut dia, pengelompokan kripto sebagai instrumen finansial akan memberikan kejelasan bagi pelaku usaha dan investor dalam menjalankan aktivitas.

Ini menjadi fondasi penting untuk mendorong inovasi di sektor keuangan digital,” tambahnya.

Lebih lanjut, Calvin mengungkapkan bahwa pembaruan skema pajak berbasis klasifikasi kripto sebagai instrumen finansial diyakini akan membawa sejumlah manfaat strategis yang dapat menstimulasi industri secara lebih luas.

Termasuk di antaranya peningkatan minat investor ritel dan institusional, serta bertambahnya volume perdagangan aset kripto.

Baca juga: DevvStream Mengumumkan Portofolio Perbendaharaan Awal Kripto serta Menunjuk Kustodian dan Konsultan

Namun, ia memberikan catatan asalkan kebijakan pajak yang diterapkan selaras dengan harapan pelaku industri, terutama dalam hal kesetaraan perlakuan pajak dengan pasar modal atau saham.

“Kami sudah menyampaikan masukan kepada pihak Kemenkeu agar pengenaan pajak atas transaksi kripto dapat disejajarkan dengan skema perpajakan di pasar modal,” katanya .

Jika transaksi saham dikenakan pajak final yang lebih ringan, maka idealnya kripto pun diperlakukan serupa. Hal itu penting untuk menjaga daya saing industri kripto nasional di tengah kompetisi global,” jelas Calvin.

Ia menambahkan, pendekatan yang adil dan proporsional terhadap regulasi pajak akan menciptakan iklim usaha yang lebih sehat serta mendorong pertumbuhan ekosistem aset digital secara berkelanjutan di Indonesia.

Adapun dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (22/7), Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan merevisi peraturan mengenai pemungutan pajak atas transaksi aset kripto.

Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menjelaskan, pajak kripto sebelumnya dipungut sebagai bagian dari komoditas.

Dalam aturan baru nantinya, pajak kripto akan dialihkan menjadi instrumen keuangan.

“Dulu kami mengatur kripto itu sebagai bagian dari komoditas, kemudian ketika dia beralih kepada instrumen keuangan, maka aturannya harus disesuaikan,” kata Bimo.

Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Abdul Hakim Muhiddin
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Source link