Home Berita APSyFI bertemu Kemendag diskusikan dampak kebijakan BMAD

APSyFI bertemu Kemendag diskusikan dampak kebijakan BMAD

2

Bagi investor asing, tidak ada jaminan iklim usaha yang adil jika barang impor terus masuk tanpa hambatan.

Jakarta (ANTARA) – Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) melakukan audiensi dengan Badan Kebijakan Perdagangan Kementerian Perdagangan (BK Kemendag) untuk mendiskusikan dampak penolakan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) terhadap kondisi industri tekstil nasional.

Sekretaris Jenderal APSyFI Farhan Aqil menjelaskan BMAD dan impor ilegal produk China berpotensi menjadi risiko bagi industri tekstil dalam negeri.

“Bagi investor asing, tidak ada jaminan iklim usaha yang adil jika barang impor terus masuk tanpa hambatan,” ujar Farhan dalam keterangannya di Jakarta, Minggu.

Farhan mengatakan BMAD seharusnya menjadi momentum kebangkitan bagi pelaku industri domestik. Sejumlah investor asing, kata dia, melihat potensi mesin-mesin produksi yang bisa dihidupkan kembali. Namun, penolakan BMAD mempengaruhi keputusan investor.

Selain itu, data APSyFI mencatat terjadi lonjakan impor benang filamen antara 70 persen sampai 300 persen dari 2017 hingga saat ini.

Menurut Farhan, kondisi tersebut perlu menjadi perhatian guna menghindari risiko dampak sosial dan ekonomi, seperti kredit macet pelaku industri, tenaga kerja yang dirumahkan, mesin mangkrak, serta turunnya kepercayaan generasi muda terhadap sektor manufaktur.

Farhan khawatir kondisi itu pada akhirnya akan berdampak pada deindustrialisasi.

Maka dari itu, APSyFI mendorong agar pemerintah membuat kebijakan yang berpatokan pada kepentingan bersama.

“Industri ini dibangun puluhan tahun. Ini bukan soal bisnis lagi. Ini soal kedaulatan industri nasional,” ujarnya pula.

Sebelumnya, Pemerintah memutuskan untuk tidak memproses lebih lanjut rekomendasi Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) mengenai pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) atas impor benang filamen sintetis tertentu asal China.

Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengungkapkan, keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan kondisi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional secara menyeluruh, serta masukan dari para pemangku kepentingan terkait.

“Keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan kondisi industri TPT nasional, khususnya pasokan benang filamen sintetis tertentu ke pasar domestik yang masih terbatas,” ujar Budi.

Baca juga: Pemerintah tolak BMAD benang sebagai bukti dengar dunia usaha

Baca juga: APSyFI klaim sejumlah kelompok API dukung BMAD

Pewarta: Imamatul Silfia
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Source link